Gunung Pangrango merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat dengan ketinggian 3019 mdpl dan masuk di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. TNGGP adalah kawasan lindung yang mempunyai peranan penting dalam sejarah konservasi di Indonesia yang juga merupakan zona inti Cagar Biosfer Cibodas . Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980, kawasan ini mempunyai kontribusi signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, integrasi pengelolaan kawasan lindung di cagar biosfer sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan daerah sekitarnya. Dengan luas 22.851,03 hektar, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh hutan hujan tropis pegunungan, hanya berjarak 2 jam (100 km) dari Jakarta. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.
-- Perijinan--
Gunung Gede Pangrango
merupakan salah satu gunung di jawa yang cukup ketat dalam pemberian ijin
pendakian. Ada 3 jalur resimi untuk mencapai Puncak Gunung Gede maupun
Pangrango yaitu Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Namun jika kita ingin
melakukan pendakian ke Gunung Pangrango alangkah baiknya kita mengambil jalur
Cibodas, karena jarak tempuh ke puncak yang pendek di bandingkan dengan 2 jalur
lainnya, dan puncak dapat ditempuh dalam waktu sekitar 8 -9 jam. Gunung Gede
Pangrango bisa dikatakan sebagai salah satu gunung dengan perijinan paling
rumit di tanah jawa, karena kita harus daftar secara online dan melakukan
validasi untuk mendapatkan simaksi secara on the spot.
--Jalur Pendakian--
Setelah melewati pos pemeriksaan, para pendaki akan melewati jalan setapak batu yang tersusun rapi dengan kiri kanan diselimuti hutan lebat. Jalur akan tampak rindang dan dingin karena Pohon pohon tinggi yang membentuk kanopi alami yang menghalangi sinar matahari masuk. Trek bisa dikatakan landai dan cukup menyenangkan. Sekitar 1 jam berjalan kita akan melewati sebuah jembatan yang membentang di atas rawa yang biasa disebut dengan rawa gayonggong. Pemandangan cukup menarik menggoda untuk diabadikan dalam sebuah jepretan kamera. Diatas rawa ini kita dapat memandang kegagahan Gunung Pangrango yang menjulang dari kejauhan. Berdesir adrenalin ketika memandang puncaknya, dan membayangkan tantangan apa yang akan kami hadapi sebelum dapat menggapainya.
Setelah melewati rawa
gayonggong tak lama kita akan sampai di pos telaga biru. Sebuah telaga kecil yang
berwarna kebiru biruan dipinggir jalur pendakian. Terdapat banyak ikan di
dalamnya dan masih terjaga keasriannya. Dinamakan telaga biru dikarenakan
banyak ganggang air tawar biru yang hidup di dalamnya dan seakan seakan akan membuat
airnya menjadi biru.
Berjalan lagi sekitar 60
menit, kita akan sampai pertigaan Pos Panyancangan. Dimana jalur yang mengarah
kekanan adalah menuju air terjun cibeureum dan lurus adalah jalur pendakian
gede pangrango. Kami sempatkan sebentar untuk menikkmati keindahan air terjun
cibeureum sembari melepas lelah. Keadaan cukup ramai dengan pengunjung non
pendaki yang bercengkerama dengan dingin air dan udara di tempat ini. Dirasa
cukup beristirahat dan mengambil beberapa jepretan mengabadikan deras arus
Curug Cibereum kami pun melanjutkan perjalanan kembali.
Beranjak
dari pertigaan
air terjun, jalur akan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat mengapit
dan jalur
akan terus menanjak. Jalur masih tetap berbatu batu tertata dengan baik
dan
berkelak kelok. Setelah beberapa lama kita berjalan, jalur akan sedikit
menurun
yang menandakan kita sampai di Air panas. Pos air panas adalah sebuah
jalur
yang mengharuskan kita melewati air terjun berair panas. Dalam kawasan
ini kita
harus cukup berhati hati dikarenakan jalur yang licin, panas, dan tepat
di sisi
kanan adalah jurang cukup dalam tempat air panas terjun kembali ke
jurang. Jalur berupa batuan licin yang mewajibkan kita berhati hati
untuk melangkah. Sekali terpeleset di batu maka cipratan air panas akan
langsung terasa di kulit. Kawasan ini juga cocok untuk mandi
sauna..hehe.
Selepas
dari Air terjun
air panans tak lama berjalan setelah melewati kandang batu kita akan
kembali
bertemu dengan air terjun yang cukup indah, sebuah air terjun yang entah
apa
namanya. Karena disini tidak ada keterangan yang cukup jelas, namun
keberadaannya yang persis disamping jalur pendakian memudahkan kami
untuk mengunjunginya. Tanpa pikir
panjang saya pun segera turun dan mengambil beberapa jepretan yang
sayang untuk
dilewatkan.
Mendaki gunung Gede
Pangrango melalui jalur Cibodas kita akan serasa dimanjakan oleh keindahan alam
yang ada, mulai dari deras air sungai, kemegahan air terjun dan belantara
hutan. Inilah daya tarik tersendiri jika kita melintas dari jalur cibodas ini,
alam akan menyajikan keindahannya yang seakan tiada henti untuk memanjakan mata
kita.
Beranjak kembali ke
jalur, setelah 60 – 90 menit kembali berjalan kita akan sampai di kandang
badak. Pos terakhir sebelum percabangan jalur yang akan mengantarkan kita ke
puncak gunung gede atau gunung pangrango. Di pos kandang badak ini kami
sempatkan beristirahat, sholat dan makan. Ada salah satu juga yang menarik di
Jalur Cibodas ini karena sepanjang pos yang ada aka nada banyak Pasukan Nasi
Uduk, yaaaa… mereka adalah para penduduk sekitar yang mencari nafkah dengan berjualan
nasi uduk, kopi dan camilan di setiap pos. Jika kita malas untuk memasak bisa
juga untuk membeli makanan di mereka mereka ini namun dengan harga yang sedikit
mahal tentunya.
Setelah perut terisi
penuh dan tenaga telah pulih inilah saatnya kita melanjutkan perjalanan
kembali. Untuk menuju puncak pangrango kita bisa mengikuti petunjuk arah yang
ada dengan berbelok arah ke arah kanan di pertigaan. Bagi beberapa kalangan
pendaki Pos kandang badak ini merupakan pos terakhir sebelum kembali melanjutkan
perjalanan mencapai puncak pangrango, mereka biasa membuka tenda menaruh semua
barang dan bermalam disini. Banyak yang beranggapan kalau kita jalur pangrango
ini adalah jalur yang berat terlebih lagi jika kita membawa tas besar dengan
muatan yang berlebih, karena diperjalanan akan dijumpai banyak pohon pohon
tumbang. Tetapi bagi para pendaki yang ingin lebih lama menikmati puncak
Pangrango dengan lembah mandalawanginya mereka rela bertempur dengan medan yang
berat dengan membawa semua perlengkapan mereka ke atas, hal ini juga yang akan
kami lakukan dalam perjalanan kali ini. Kami akan membuka tenda di Lembah
Mandalawangi dengan asumsi kita bisa lebih lama menikmati keindahan pangrango.
Oke tanpa membuang waktu
lagi kita mulai mengambil arah kanan dan menyusuri setapak kecil yang ada. Pada
awalnya jalur masih landai tetapi dengan mulai banyak batang batang pohon yang
bertumbangan. Hal ini memaksa kami untuk sedikit membungkuk ataupun melompati
pohon pohon ini. Jalur menuju puncak ini terasa lebih alami dibandingkan jalur
yang kita lalui hingga sampai di kandang badak tadi, karena jalur ke puncak ini
sempit menanjak dengan pohon pohon tumbang seakan jalur ini dibiarkan alami
oleh pihak TNGGP. Tapi hal ini yang semakin memacu adrenalin kami dan sungguh
menyenangkan.
Satu persatu pohon
tumbang kami lalui dan tak terasa tenaga pun mulai terkuras. Akhirnya jalan
kami semakin melambat ditambah dengan jalan yang semakin menanjak tanpa ampun.
Jalur mempunya derajat kemiringan antara 45 – 60. Hal ini memaksa kita lebih
sering untuk beristirahat. Semakin banyak saja tantangan di jalur ini, pohon
tumbang, tanah yang licin dan bahkan di beberapa titik kita harus sedikit
melakukan scrambling atau pemanjatan dengan bantuan tangan. Dan akhirnya 10
langkah berjalan 10 menit beristirahat, serta tak terasa hari semakin sore dan
sang matahari pun tampak sudah engggan untuk menemani kelelahan kami semua.
Ditengah senja kemerahan
diantara kelelahan kami tampak dihadapan kemegahan Gunung Gede, kawah aktifnya
tampak mengeluarkan asap sulfatara serta sekilas tampak jepretan kamera para
pendaki di seberang jauh disana. Sungguh sore yang sangat indah dan tanpa sadar
kalimat syukur pun terucap. Sungguh indah negeri ini. Disaat
sinar matahari
benar benar telah hilang dan dingin malam mulai menyapa kami akhirnya
mulai
beranjak kembali. Headlamp dan senter pun kami siapkan masing masing dan
berharap sinar ini dapat menuntun kami menapaki setapak kecil dengan
benar. Jalan setelah tempat kami beristirahat semakin menyempit namun
dengan tanjakan yang masih tetap sama. Aku dimalam yang pekat ini
menjadi leader di depan sebagai penunjuk arah. Perlu diketahui jalur
menuju puncak Pangrango ini mempunyai banyak percabangan, dan jalan yang
benar hanya terdapat pita pita kecil yang dipasang pendaki lainnya.
Oleh karena itu perlu kehati kehatian dalam memilih jalur yang benar.
Setelah 60 menit berjalan belum ada tanda tanda puncak di depan, pohon pohon masih tinggi menjulang itu tandanya dataran puncak masih cukup jauh. Tim bergerak semakin lambat di pekat malam itu bahkan mbak Dian salah seorang wanita di tim kami pun menangis ditengah jalur, mungkin saja dia kelelahan. Tapi kami para lelaki tetap terus menyemangati mereka agar tetap bergerak. Lanjut kembali, jalur menjadi sebuah parit kecil, datar dan tak lagi menanjak aku pun melihat samar samar dalam malam pohon cantigi disekitar kami. 10 menit bergerak kembali cahaya senterku tiba tiba menyinari sebuah tugu tinggi dan disamping terdapat plang bertuliskan Pangrango. Ahhh...akhirnya perjalanan panjang kami telah usai. Semua tim mengucapkan syukur.
Tapi bukan puncak ini sebenarnya tujuan akhir kami, Lembah mandalawangi tepatnya dimana kita bisa membuka tenda dan beristirahat. Kami mengambil jalur persis disebelah tugu puncak yang mengarah kebawah, kira kira 15 menit berjalan kami menemui pohon pohon edelweiss dan itu tandanya kita telah sampai di Lembah Mandalawangi. kamipun segera mencari tempat datar dan membuka tenda. Lembah yang seakan tersembunyi diantara puncak Pangrango. Namun pekat malam menyembunyikan keindahan yang sebenarnya. Malam itu mandalawangi tampak cerah dan tak berkabut sama sekali. Bintang bintang tampak gemerlap dibalik malam yang pekat. Tak ingin kehilangan momen saya pun segera mengeluarkan kamera dan mengabadikan beberapa momen malam yang indah itu sebelum masuk ke peraduan mimpi.
Pagi hari itu kami dikejutkan oleh suara alarm dari hp, kamipun segera bergegas keluar tenda. Karena kami sadar pagi di alam bebas itu tak boleh untuk ditinggalkan. Pagi itu mandalawangi tampak diselimuti kabut tipis dingin. Sungguh suasana yang tak bisa saya jelaskan kata kata, yang pasti dalam hati akan terasa damai, tenang, dan nyaman. Dan pagi ini aku pun mengerti kenapa dulu Soe Hok Gie sangat senang mengunjungi mandalawangi dimasa mudanya, bagi orang awam pasti membayangkan betapa beratnya menggapai Mandalawangi ini tetapi pagi ini aku bisa merasakan juga kedamaian dan sepi dari Mandalawangi ini.
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah"
Dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
0 komentar: